Hari Valentine Menurut Islam – Hari Valentine sebentar lagi, apa keputusan merayakan Hari Valentine umat Islam?
Seperti yang Anda ketahui, menghabiskan Hari Valentine berarti memberikan cokelat, bunga, boneka, atau barang romantis lainnya kepada pasangan atau orang yang Anda cintai.
Jika Anda mengikuti sejarahnya, Hari Valentine berakar pada tradisi Romawi kuno untuk merayakan kematian seorang pendeta bernama St. Valentine. Jadi bagaimana pandangan Muslim di Hari Valentine? Berikut penjelasan lengkapnya
Hari Valentine yang juga dikenal sebagai Hari Valentine dirayakan oleh banyak orang di seluruh dunia setiap tahun pada tanggal 14 Februari. Biasanya hari itu mereka mencoba memberikan hadiah spesial untuk orang yang mereka cintai. Baik untuk kekasih, sahabat, keluarga.
Di hari ini, identik memberikan cokelat, boneka, bunga, atau hal romantis lainnya. Sementara di sisi lain lebih ditujukan untuk pacar dan kekasih khusus.
Bukan hal yang aneh jika Hari Valentine menerima pro dan kontra domestik. Karena, bagaimanapun juga, jika hari kasih sayang bukan hanya 14 Februari, tapi setiap hari. Termasuk referensi hukum Islam.
Itulah mengapa sejarah Hari Valentine. Sekitar abad ke-3 M, seorang pendeta Romawi diam-diam menikahkan setiap pasangan, bernama Saint Valentino. Sementara itu, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan ada kekhawatiran bahwa Hari Valentine mendorong kaum muda ke dalam seks bebas.
Hari Valentine Menurut Islam, Sejarah dan Hukumnya
Sejarah Hari Valentine
St Valentino adalah seorang pendeta Romawi yang membebaskan para prajurit yang mencintainya dalam pernikahan. Sekitar abad ke-3 M, dia diam-diam menikahi setiap kekasih.
Selain itu, Valentine secara tidak langsung sangat tidak disiplin dan menentang perintah kaisar Romawi Cladius II. Karena pada saat itu kaisar melarang laki-laki untuk menikah. Menurutnya, prajurit tidak akan memilih untuk menikah atau lajang.
Suatu ketika, Kaisar Cladius II menemukan tindakan rahasia Hari Valentine untuk menikahi setiap pasangan. Pendeta itu akhirnya dikirim ke penjara dan dijatuhi hukuman mati.
Sebelum dijatuhi hukuman mati, ia sempat merawat narapidana lain untuk menyembuhkan kebutaan bagi putri sipir. Bahkan ada waktu untuk memberikan surat kepada sang putri. Hari eksekusinya terjadi pada 14 Februari 270 M.
Novel tersebut, pada abad ke-5 M, dinamai Hari Valentine pada 14 Februari oleh Paus Gelasius dari Roma. Hingga Hari Valentine dikaitkan dengan hari kasih sayang yang banyak orang hari ini rayakan.
Hukum Merayakan Valentine
1. Menurut Majelis Ulama Indonesia
Pada tahun 2017, menurut Fatwa MUI Nomor 3, memperingatkan umat Islam bahwa merayakan Hari Valentine pada tanggal 14 Februari setiap tahun adalah Haram. Hal ini didasarkan pada alasan berikut:
- Hari Valentine bukanlah bagian dari tradisi Islam.
- Hari Valentine dikatakan mendorong kaum muda Muslim ke dalam amoralitas seperti seks atau seks pranikah.
- Hari Valentine mungkin membawa nasib buruk.
Fatwa Hari Valentine MUI juga dikutip dari kutipan Al-Qur’an, hadits dan komentar Ulam. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, yang mengatakan:
“Dari Abdullah bin Umar berkata, bersabda RasulullahSaw: Barang siapa yang menyerupakan diri pada suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka”. (H.R. AbuDawud, no. 4031)
Pada kesempatan lain, MUI Kota Bengkulu meminta umat Islam untuk tidak merayakan Hari Valentine. Para ulama menganggap Hari Valentine haram bagi umat Islam karena tidak diajarkan dalam Islam.
“Ini sudah bertahun-tahun kami peringatkan. Ini budaya Eropa, bukan tradisi Islam,” kata Rusdi Syam, Ketua Majelis Ulama Indonesia Bengkulu, di Bengkulu, Jumat, 2 Desember 2018.
Rusdi mengatakan ada banyak kasus di mana menghabiskan Hari Valentine lebih banyak efek negatifnya daripada manfaatnya.
“Anak muda zaman sekarang sangat mudah terjebak maksiat. Ini yang kita takutkan,” imbuhnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kota Padang, Sumatera Barat pun melakukan hal yang sama.
Duski Samad, Ketua Majelis Uanga Indonesia (MUI) Kota Padang, mengatakan: “Cinta itu halal.
2. Nahdlatul Menurut Ulama
Mengutip dari situs resmi Nahdlatul Ulam, ia menyatakan bahwa perayaan Hari Valentine harus fokus pada inti atau isi dari perayaan itu sendiri, yaitu untuk membantu dan mencintai umat Islam. Selain itu, hari raya harus disuling agar substansinya tidak melenceng dari Islam.
Bagaimana aturan merayakan Hari Valentine menurut Islam? MUI, NU dan Muhammadiyah punya pandangan masing-masing, simak penjelasannya di bawah ini!
3. Menurut Muhammadiyah
Sepakat dengan MUI Jawa Timur, Muhammadiyah memandang Valentine sebagai kegiatan yang tidak boleh dilakukan umat Islam. Selain itu, Muhammadiyah juga menyarankan agar ormas-ormas kepemudaan harus kreatif dan inovatif untuk mengambil tindakan positif daripada menghabiskan hari kasih sayang.
Meniru Tradisi Agama Lain
Disebutkan dalam hadits berbeda dengan kebiasaan agama lain. Seperti yang dikatakan, sejarah Hari Valentine dimulai sebagai perayaan Kristen untuk menghormati santo martir Kristen yang dikenal sebagai Hari Valentine Suci.
Hal ini juga ditekankan oleh MUI sebagai dasar yang tidak boleh ditiru oleh umat Islam. Penting untuk memperkuat identitas seorang Muslim dengan berperilaku seperti yang diminta. Termasuk penolakan untuk menyerupai identitas agama lain.
Sebagai dasar Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.” (QS. Ali ‘Imran Ayat 64)